Kendaraan Perlu Insentif untuk Dongkrak Pasar

Sabtu, 12 Juli 2025 | 14:15:15 WIB
Kendaraan Perlu Insentif untuk Dongkrak Pasar

JAKARTA - Meski industri otomotif tengah menghadapi tantangan pada paruh pertama 2025, para pelaku industri tetap menaruh harapan besar pada pemulihan penjualan kendaraan di semester berikutnya. Sejumlah faktor ekonomi disebut menjadi penentu utama performa pasar kendaraan, sekaligus menjadi landasan untuk mendorong evaluasi kebijakan yang mendukung pertumbuhan sektor ini.

Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menyampaikan bahwa penjualan kendaraan secara retail mencatatkan angka 390.467 unit. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 9,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, penjualan dari distributor ke dealer atau wholesale tercatat 374.740 unit. Jumlah ini lebih rendah 8,6 persen dibandingkan semester pertama yang mencapai 410.020 unit.

“Menurunnya daya beli masyarakat, terutama middle class (kelas menengah) dan kenaikan pajak PPN, PPNBM dan lain-lain, turut andil menyebabkan anjloknya penjualan mobil kuartal kedua,” ujar Kukuh Kumara.

Kukuh menjelaskan lebih lanjut bahwa tekanan pada pendapatan kelas menengah menjadi salah satu penyebab utama dari penurunan ini. Diperkirakan ada sekitar 11 juta orang di kelas menengah yang merupakan pembeli potensial kendaraan bermotor, yang saat ini tengah mengalami tekanan pendapatan sekitar 3 persen per tahun.

Tekanan pendapatan tersebut dinilai belum sebanding dengan kenaikan harga kendaraan setiap tahunnya. Harga mobil mengalami kenaikan rata-rata sebesar 7,5 persen, sehingga menciptakan gap yang signifikan antara kemampuan beli konsumen dan harga jual produk otomotif.

Selain daya beli yang menurun, Kukuh juga menyoroti aspek kebijakan perpajakan yang turut memengaruhi harga jual kendaraan. Ia mencontohkan bahwa struktur pajak yang diterapkan di Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara lain, seperti Malaysia, untuk jenis kendaraan yang sama.

“Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 12 persen pada awal tahun 2025 juga berperan dalam menurunkan daya beli masyarakat,” tambah Kukuh.

Menurutnya, beban yang ditanggung konsumen menjadi jauh lebih besar akibat akumulasi berbagai jenis pajak. Misalnya, jika harga produksi sebuah mobil sebesar Rp100 juta, maka setelah masuk ke tangan konsumen, harga tersebut bisa melonjak hingga Rp150 juta. Tambahan sebesar Rp50 juta tersebut mencakup PPN, PPnBM, bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), serta pajak Opsen daerah.

“Hal tersebut berdampak pada penyusutan penjualan mobil, sehingga masyarakat cenderung menunda pembelian dan menunggu,” kata Kukuh.

Guna mendukung kembali geliat pasar otomotif, Gaikindo mengusulkan agar pemerintah meninjau ulang struktur pajak kendaraan bermotor. Kukuh menyarankan adanya insentif seperti pembebasan PPN atau PPnBM yang ditanggung pemerintah (DTP), terutama untuk jenis kendaraan dengan harga di bawah Rp400 juta.

“Pemerintah perlu merestrukturisasi pajak-pajak kendaraan bermotor agar tidak membebani konsumen. Selayaknya pemerintah tidak mengenakan PPNBM untuk mobil yang harganya di bawah Rp400 juta,” katanya lagi.

Meski pasar tengah mengalami tekanan, Gaikindo tetap mematok target optimistis untuk tahun ini, yakni penjualan kendaraan dapat menembus angka 900 ribu unit. Target ini berada di atas proyeksi tahun sebelumnya yang direvisi menjadi 865 ribu unit, serta lebih tinggi dari pencapaian aktual.

Sementara itu, pengamat otomotif Yannes Martunis Pasaribu melihat kondisi pasar dari sisi psikologis dan struktur pendapatan konsumen. Ia mengatakan bahwa saat ini banyak konsumen, terutama kelas menengah, masih menahan diri untuk melakukan pembelian kendaraan baru karena berbagai tekanan ekonomi.

“Penjualan mobil sampai akhir tahun ini sulit menembus angka 850 ribu unit. Kalaupun menargetkan di kisaran angka tersebut, jaringan diler dapat menjual 57 ribu unit dari Juli sampai Desember,” kata Yannes.

Yannes menambahkan bahwa pasar kendaraan roda empat di Indonesia sudah lebih dari satu dekade berada dalam kondisi stagnan di kisaran satu juta unit per tahun. Kondisi ini ia sebut sebagai one million trap, yang menggambarkan kesulitan sektor otomotif untuk bertumbuh secara signifikan melewati angka tersebut.

“Sudah 10 tahun Indonesia terjebak dalam one million trap,” kata Yannes.

Menurutnya, jika ingin kembali menggairahkan pasar, maka fokus utama perlu diarahkan pada penguatan daya beli kelas menengah. Ia menegaskan bahwa kunci dalam meningkatkan penjualan kendaraan terletak pada perbaikan ekonomi masyarakat di segmen ini.

“Kunci dalam meningkatkan penjualan mobil adalah dengan mendongkrak ekonomi kelas menengah,” ujar Yannes.

Optimisme tetap terbuka sepanjang semester kedua 2025. Dengan adanya dukungan kebijakan dari pemerintah dan perbaikan kondisi ekonomi, industri kendaraan diharapkan bisa kembali tumbuh dan memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Industri otomotif selama ini dikenal sebagai salah satu penggerak utama sektor manufaktur dan penyerapan tenaga kerja.

Berbagai langkah strategis, baik dari pelaku industri maupun regulator, diharapkan mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, sekaligus mendorong masyarakat untuk kembali percaya diri dalam melakukan pembelian kendaraan. Dukungan kebijakan fiskal yang tepat sasaran akan menjadi fondasi penting bagi masa depan industri otomotif Indonesia.

Terkini

Cara Menghitung Tarif Pajak PPH 21 2025

Kamis, 11 September 2025 | 22:49:52 WIB

Kesehatan Mental Adalah: Pentingnya Bagi Kesehatan Tubuh!

Kamis, 11 September 2025 | 22:49:22 WIB

Cara Menabung Emas di Pegadaian: Syarat dan Manfaat

Kamis, 11 September 2025 | 22:49:22 WIB